Saturday, April 10, 2010

Wahai Pejuang Agama Allah!!

Apabila saya baca artikel ini, terasa tepat mengena pada batang hidung sendiri..
Selalunya kita akan mengadu keletihan dengan apa yang telah kita lakukan. Setakat mengadu mungkin itu adalah lumrah, yang perlu ditinggalkan. Tapi jika bertambah-tambah dengan terasa sedih apabila 'pengorbanan' tidak dihargai. Wajarkah kita? Hanya menzahirkan niat di hati yang sedikit terpesong kpd dunia..Bukan saya ingin menghukum, tapi itu adalah realiti yang saya sendiri sedang lalui. Namun pernahkah kita bandingkan yang kita katakan 'pengorbanan' itu dengan pengorbanan sebenarnya yang telah dicurahkan oleh Rasul2 terdahulu dan para sahabat? Ambil masa untuk kita renungi supaya kita tidak dimalukan diri sendiri dengan pengakuan kita sendiri =)...sebenarnya muhasabah ini lebih tertuju kepada diri sendiri..

Artikel ini saya dapat dari salah seorang sahabat di forum iluvislam. Sama2 kita ambil manfaat..jdkn renungan bersama.. Betulkah kita ini pejuang agama Allah??? InsyaAllah..Moga niat kita tetap : semata mencari keredhaanNya..selagi matlamat itu kita tak ketahui tercapai, selagi itulah kita akan usahakannya..insyaAllah..Pengharapan dan pergantungan hanya pada ALLAH SWT..

= = = = = = = = = = == = = = = = == = == = == = ==



:: Benarkah engkau seorang pejuang? Mengaku diri sebagai pejuang, sebagai jundullah, sebagai aktivis, namun akhlak maupun tsaqafahnya tidak mencerminkan hal itu. Mengaku diri sebagai mujahid, namun niat ternoda oleh selain-Nya. Inilah yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sindir di dalam Al Qur'an, "Apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan saja mengatakan 'kami beriman' sedang mereka tidak di uji lagi?" (QS. Al Ankaabut: 2-3)


Sang Pejuang Sejati

Masing-masing kita sebaiknya mengevaluasi diri, adakah kita memang sudah benar-benar menjadi pejuang di jalan-Nya atau jangan-jangan, baru sebatas khayalan dan angan-angan kosong belaka. Inginkan syurga, tetapi tidak siap menggadaikan diri, harta dan jiwa. "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (QS. 3:142).

Ya, kita mengira akan masuk surga dengan pegorbanan yang sedikit, seakan ingin menyamakan diri dengan hukum ekonomi kapitalis, "Mendapatkan output yang sebesar-besarnya, semaksimum mungkin, dengan input yang seminimal mungkin."

Aduhai., sesungguhnya hari akhir itu adalah perkara yang besar. Dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi itu, sangat mahal harganya. Rasulullah SAW bersabda, "Generasi awal berjaya kerana zuhud dan teguhnya keyakinan,sedang ummat terakhir hancur kerana kikir dan banyak berangan muluk kepada Allah."

Saat nasyid-nasyid perjuangan dilantunkan, gemuruh di dalam dada menjadi berkobar-kobar untuk berjuang. Tetapi sayang, ternyata hanya tersimpan di dalam dada dan semangat itu ikut surut seiring dengan berakhirnya lantunan nasyid. Tidak keluar dalam amaliyah yang nyata. Demi Allah., keimanan bukanlah dilihat dari yang paling keras teriakan takbirnya, bukan pula dari yang paling deras air matanya kala muhasabah, dan bukan pula dari yang paling ekspresif menunjukkan kemarahan kala melihat Israel menyerang Palestin. Bukan pula dari yang paling banyak simbol-simbol keagamaannya. Kerana itu semua hanya sesaat. Sesungguhnya keistiqomahan dalam berjuang, itulah indikasi keimanan sang pejuang yang sebenarnya. Pejuang yang sabar menapaki hari-hari dengan mengibarkan panji Illahi Rabbi. Yang selalu bermujahadah mengamalkan Al Qur'an. Teguh pendirian. Tak kenal henti. Hingga terminal terakhir, syurga.

Pengorbanan

Apakah dengan memakai sedikit waktu untuk berda'wah, sudah menganggap diri telah melakukan sehabis-habis perjuangan? Padahal para nabi tidaklah menjadikan da'wah ini hanya sekedarnya saja, tetapi sebagaimana dicantumkan dalam Surat Nuh ayat 5, "....Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam." Pun dalam surat Al Muzzamil, "Hai orang yang selimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Rabbmu agungkanlah. " Sejak ayat itu turun, sang nabi akhir zaman selalu siaga dalam kehidupan. Bahkan, hingga menjelang ajalnya, Rasulullah tengah menyiapkan peperangan untuk menegakkan Al Haq.

Sang pejuang, tetapi makanannya adalah sebaik-baik makanan, dan pakaiannya adalah sebaik-baik pakaian. Dan dengan tanpa rasa berdosa, asyik menonton drama-drama cinta dan acara gosip, mendengar lagu-lagu cinta, berghibah, perut kenyang, banyak tidur, dan mengabaikan waktu, lalu berharap mendapatkan syurga? Sangatlah jauh. Bagaikan pungguk merindukan rembulan. Alangkah berbezanya dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Mush'ab bin Umair dan para sahabat yang lainnya. Yang setelah mendapatkan hidayah, mereka justeru menjauhi kemewahan hidup. Mereka mampu secara ekonomi, tetapi mereka tidak rela menikmati dunia yang melalaikan.

Seorang pejuang harus memahami jalan mendaki yang akan dilaluinya. Sang Nabi tak pernah tertawa keras apatah lagi terbahak-bahak. Dan hal itu dikeranakan keimanan yang tinggi akan adanya hari akhir, akan adanya surga dan neraka. Ada amanah da'wah yang besar di pundaknya, lantas bagaimana mungkin seorang pejuang akan banyak
bergurau? Imam Syahid Hasan Al Banna memasukkan "keseriusan" atau tidak banyak bergurau sebagai bagian dari 10 wasiatnya.

Dan dikisahkan pula bahwa Sholahuddin Al Ayyubi tak pernah tertawa kerana Palestina belum terbebaskan.

Keringnya suasana ruhiyah di lingkungan kita, bias jadi kerana di antara kita -saat di luar halaqah - jarang saling bertaushiyah tentang hari akhir. Bahkan sungguh aneh, dapat tertawa dan tidak menyemak ketika Al Qur'an dibacakan di dalam pembukaan ta'lim. Atau saat kaset murottal diputar, tetapi tidak diendahkan. Yang mengindikasikan bahawa Al Qur'an itu baru sampai di tenggorokan saja. "Akan tiba suatu masa dalam ummat ketika orang membaca Al Qur'an, namun hanya sebatas tenggorokannya saja (tidak masuk ke dalam hatinya)." (HR. Muslim).

Dimanakah air mata keimanan? Ya Rabbi., ampunilah kelemahan kami dalam menggusung panji-Mu.

Kederisasi generasi sebaiknya tidak melulu tentang pergerakan dan mengabaikan aspek keimanan. Keimanan harus senantiasa dihembuskan dimana saja kerana ia adalah motor penggerak yang hakiki. Iman adalah akar.

20 Muwashofat Sang Pejuang

Setidaknya, ada 20 kriteria yang harus dimiliki pejuang, yang disarikan dari Al Qur'an dan hadits, yaitu :

1. Aqidahnya bersih (saliimul 'aqiidah)
2. Akhlaknya solid (Matiinul khuluqi)
3. Ibadahnya benar (Shohiihul I'baadah)
4. Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi)
5. Pikirannya intelek (Mutsaqqoful fikri)
6. Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi)
7. Mampu berusaha mencari nafkah (Qaadiirun 'alal kasbi)
8. Efisien dalam memanfaatkan waktu (Hariisun 'alal waqti)
9. Bermanfaat bagi orang lain (Naafi'un lighoirihi)
10. Selalu menghindari perkara yang samar-samar (Ba'iidun 'anisy syubuhat)
11. Senantiasa menjaga dan memelihara lisan (Hifdzul lisaan)
12. Selalu istiqomah dalam kebenaran (istiqoomatun filhaqqi)
13. Senantiasa menundukkan pandangan dan memelihara kehormatan (Gaddhul bashor wahifdul hurumat)
14. Lemah lembut dan suka memaafkan (Latiifun wahubbul 'afwi)
15. Benar, jujur dan tegas (Al Haq, Al-amanah-wasyja' ah)
16. Selalu yakin dalam tindakan (Mutayaqqinun fil'amal)
17. Rendah hati (Tawadhu'wink
18. Berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina'wink
19. Senantiasa siap menolong (Mutanaashirun lighoirihi)
20. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir (Asysyidda'u 'alal kuffar)

Penutup


Menjadi pejuang, hendaknya bukanlah angan-angan kita belaka. Menjadi pejuang, memiliki criteria (muwashofat) yang harus di penuhi. Jangan sampai kita terkena hadits ini, "Akan datang suatu masa untuk ummatku ketika tidak lagi tersisa dari Al Qur'an kecuali mushafnya dan tidak tersisa Islam kecuali namanya dan mereka tetap saja menyebut diri mereka dengan nama ini meskipun mereka adalah orang yang terjauh darinya." (Ibnu Babuya, Tsawab ul-A mal).

Pejuang di jalan-Nya hendaknya bukan dari kacamata kita, tetapi dari kacamata Allah Subhanahu wa Ta'ala. Alangkah ruginya bila kita menganggap diri sebagai pejuang, padahal dalam pandangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita tak ada apa-apanya. Maka, bersama-sama kita memuhasabahi diri, agar cinta kita kepada-Nya bukan hanya angan semata, agar cinta kita tak bertepuk sebelah tangan. Kerana pembuktian cinta haruslah mengikuti dengan keinginan yang dicinta. Jika tidak, maka patut dipertanyakan kebenaran cintanya itu. Cinta sejati, tidak hanya dimulut dan disimpan di dalam dada saja, tetapi harus dibuktikan, agar sang kekasih percaya bahwa kita mencintainya. Kita mencintai-Nya dan Dia pun mencintai kita. "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. ." (QS. Al Maidah : 54 -56)

~ Akhirnya..adakah kita layak dipanggil jundullah?? dengan usaha yang semakin banyak diliputi oleh alasan??..Salam Mujahadah..

No comments: