Wednesday, March 31, 2010

Hadith: Meminta Fatwa Dari Hati..

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PEMURAH LAGI MAHA PENYAYANG..
SELAWAT DAN SALAM BUAT RASULULLAH SAW, SAHABAT, DAN KELUARGA BAGINDA..

Sudah lama rasanya tak mengupdatekan blog ni..bukan masa yg dikejar tapi mungkin kerana matlamat yang tak berapa jelas..
Kena lebih muhasabah niat di hati..harap sahabat2 tolong doakan agar mujahadah ini tak tersungkur di pertengahan jalan..InsyaAllah..

Dalam mencari keyakinan semestinya ada dlm panduan yg telah digariskan..Quran dan Sunnah.
Saya ingin berkongsi satu hadith yang agak penting utk melihat sejauh mana tahap iman dan akhlak kita dalam menetukan halatuju setiap langkah kita dalam kehidupan..Hadith Meminta Fatwa dari Hati..
Tapi bagaimana?

Hadith ini diletakkan di bawah tajuk: Kewara'a dan Meninggalkan Perkara Syubhat ; oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Shalihin Jilid 1.


:: Tanyalah hatimu.. ::

Kebaikan dan Dosa

Rikza Maulan, M.Ag

Dari Nawas bin Sam’an r.a. dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang lain melihatnya.” (Muslim)


Dan dari Wabishah bin Ma’bad ra berkata, ‘Aku datang kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk ertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “
Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (Ahmad dan Darimi)

Sanad Hadits:

Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-Bir Wa Al-Sillah Wa Al-Adab, Bab Tafsir Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no 2553).

Takhrij Hadits :

Hadits ini (sebagaimana teks hadits di atas, riwayat Imam Muslim) melalui jalur sahabat An-Nawas bin Sam’an, diriwayatkan oleh:

• Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Bir Wa Al-Sillah Wa Al-Adab, Bab Tafsir Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no 2553.
• Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Zuhud ‘An Rasulillah Sallallahu Alaihi Wasallam, Bab Ma Ja’a Fi Al-Bir Wa Al-Itsm, Hadits no 2389.
• Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Musnad Al-Syamiyin, Hadits Annawas bin Sam’an Al-Kilabi Al-Anshari, hadits no 17179, 17180 & 17181.
• Imam Al-Darimi dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Fi Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no. 2789.

Sedangkan hadits yang kedua, diriwayatkan oleh:

• Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Musnad Al-Syamiyin, Hadits Wabishah bin Ma’bad Al-Asady, hadits no. 17545.
• Imam Ad-Darimi dalam Sunannya, Kitab Buyu’, Bab Da’ Ma Yuribuka Ila Mala Yuribuka, Hadits no. 2533.

Tarjamatur Rawi

• An-Nawas bin Sam’an Al-Kilabi

Beliau merupakan salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang dikenal sebagai Ahlus Suffah, yaitu sahabat yang tinggal di tepian masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah saw. Beliau tinggal di luar kota Madinah dan memilih untuk tidak berhijrah ke Madinah. Beliau lebih suka pulang pergi ke Madinah dalam rangka bertanya permasalahan agama kepada Rasulullah saw. Mengenai ketidakhijrahannya ini beliau mengemukakan, ‘Bahwa di antara kami jika telah berhijrah, maka ia tidak lagi bertanya kepada Rasulullah saw. tentang sesuatu pun. Maka aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang al-birr (kebaikan) dan al-itsm (dosa).

• Jubair bin Nufair

Beliau adalah Jubari bin Nufair bin Malik, Abu Abdurrahman Al-Hadhrami Al-Hamshi. Merupakan salah seorang Kibar Al-Tabiin. Tinggal di Syam dan wafat pula di Syam pada tahun 80 H. Mengambil hadits diantaranya dari Busr bin Jahasy, Tsauban dan Jurtsum. Sedangkan yang mengambil hadits dari beliau diantaranya adalah, Al-Harits bin Yazid, Khalid bin Ma’dan bin Abikarib, ‘Aidzullah bin Abdillah, Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, Makhul, Yahya bin Jabir bin Hasan dsb. Adapun derajatnya dalam Jarh Wa Ta’dil adalah Tsiqah.

• Abdurrahman bin Jubair bin Nufair

Beliau adalah Abdurrahman bin Jubair bin Nufair Abu Humaid Al-Hadhrami Al-Hamshi. Merupakan salah seorang Wustha Minat Tabiin. Tinggal di Syam dan wafat pada tahun 118 H. Mengambil hadits diantaranya dari Anas bin Malik, Jubair bin Nufair bin Malik, Jundub bin Junadah, Mu’adz bin Jabal, Al-Harist bin Muawiyah dsb. Sedangkan yang mengambil hadits dari beliau diantaranya adalah Zuhair bin Salim, Syuraih, Atha’ bin Sa’ib bin Malik, Shafwan bin Amru bin Haram, Muhammad bin Al-Walid bin Amir, Isa bin Salim dsb. Sedangkan derajatnya dalam Jarah Wa Ta’dil, para ulama mengatakannya sebagai Tsiqah.

Gambaran Umum Tentang Hadits

Secara umum hadits menggambarkan mengenai kebaikan dan dosa. Yaitu bahwa yang dimaksud dengan ‘kebaikan’ adalah akhlak yang baik sedangkan yang dimaksud dengan dosa adalah sesuatu yang ‘diragukan’ oleh diri kita sendiri, serta kita tidak menginginkan jika orang lain melihat kita melakukan hal tersebut. Hadits ini sekaligus menghilangkan ‘kebingungan atau kesamaran’ antara ‘sesuatu’ yang baik dan sesuatu yang buruk, terutama jika kesamaran tersebut terdapat dalam diri pelaku sendiri.

Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengemukakan bahwa hadits ini termasuk hadits yang singkat dan padat, bahkan merupakan hadits yang paling padat, karena kebaikan itu mencakup semua perbuatan yang baik dan sifat yang ma’ruf. Sedangkan dosa mencakup semua perbuatan yang buruk dan jelek; baik kecil maupun besar. Oleh sebab itu Rasulullah saw. memasangkan di antara keduanya sebagai dua hal yang berlawanan.

Makna Al-Birr

Secara bahasa, al-birr berarti kebaikan. Bahkan sebagian ulama mendefinisikan “al-birr” ini dengan sebuah nama/istilah yang mencakup segala macam bentuk kebaikan. Sehingga tidaklah ada satu bentuk kebaikan pun, melainkan dicakup oleh kata al-birr ini. Meskipun demikian, terdapat juga ulama yang secara khusus memberikan makna yang dimaksud dari kata al-birr ini, diantara maknanya adalah hubungan baik, ketaatan, dan kelembutan.

Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang menggunakan kata atau akar kata al-birr ini. Sejauh pengamatan penulis, setidaknya terdapat delapan kata al-birr yang disebutkan dalam al-Qur’an, yang berbentuk mashdar. Sedangkan jika ditelusuri dari akar katanya, setidaknya akan kita temukan delapan belas kali kata ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Dan dari delapan belas kata al-birr dalam Al-Qur’an ini, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kebaikan dalam arti umum

Seperti firman Allah swt. (Al-Maidah: 2), “… Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan …”

Oleh karenanya, Allah swt. melarang kita untuk memerintahkan orang lain mengerjakan kebaikan, sementara kita sendiri tidak melaksanakannya: “Mengapa kalian memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupkan dirimu sendiri, padahal kalian membaca al-kitab (Taurat), maka tidakkah kamu berfikir?” (Al-Baqarah: 44)

2. Kebaikan dalam arti birrul walidain


Kebaikan seperti ini adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS. Maryam: 14, “Dan berbakti kepada kedua orangtuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”

3. Kebaikan dalam berinfak.

Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an (Ali Imran: 92), “Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

4. Kebaikan dalam bentuk sifat manusia yang baik.

Seperti yang Allah swt. firmankan (Ali Imran: 193), “Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbakti.”

5. Keluasan cakupan bentuk kebaikan

Yaitu sebagaimana yang Allah swt. jelaskan dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 177)

Akhlak Yang Baik

Al-birr yang mengandung makna begitu luas sebagaimana dijelaskan di atas, diberi penekanan oleh Rasulullah saw., bahwa yang dimaksud dengan al-birr adalah husnul khuluq atau akhlak yang baik. Akhlak yang baik memiliki urgensitas yang sangat penting dalam pribadi seorang mu’min, diantaranya adalah :

• Akhlak yang baik merupakan refleksi dari keimanan seseorang kepada Allah swt. Oleh karenanya Rasulullah saw. mengatakan dalam salah satu haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada dua hal yang keduanya tidak mungkin terkumpul dalam diri seorang mu’min, yaitu bakhil dan akhlak yang buruk.’ (Turmudzi)

• Akhlak yang baik merupakan bukti ketinggian keimanan seseorang. Semakin tinggi imannya maka akan semakin sempurna akhlaknya. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mengemukakan: Dari Abu Hurairah ra berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang terbaik akhlaknya.’ (Abu Daud)

• Akhlak yang baik memiliki timbangan yang begitu besar di akhirat kelak, serta dapat menjadikan pelakunya menjadi ahlul jannah. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasannya Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga. Rasulullah saw. menjawab, ‘Ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak yang baik.’ Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’ (Turmudzi)

Seorang mu’min diminta untuk senantiasa berakhlak yang baik dalam bermuamalah terhadap siapapun dan di manapun, walaupun akhlak terhadap sesama manusia lebih ditekankan. Akhlak yang baik adalah mencakup segala macam bentuk kebaikan dalam bermuaamalah diantaranya adalah, jujur, amanah, menyambung persaudaraan, kasih sayang, lembut, tidak mudah marah, pemaaf, menjaga lisan, qanaah, tawadhu’, itsar, istiqomah, murah senyum, penolong, menepati janji, ridha, sabar, syukur, ‘iffah, adil, menyukai kebersihan dsb. Atau dengan kata lain, akhlak yang baik adalah segala perbuatan dan sifat yang positif, tidak mengandung unsur negatif serta tidak melanggar larangan-larangan Allah swt.

Istafti Qalbak (Mintalah Fatwa Pada Hatimu)

Ketika manusia sulit untuk membedakan antara kebaikan dengan keburukan, maka sesungguhnya ia dapat meminta pendapat dari hatinya sendiri mengenai hal tersebut; apakah perbuatan yang dilakukannya itu termasuk kebaikan (al-birr) ataukah bukan? Hadits di atas menggambarkan bahwa sesuatu yang ‘meragukan’ saja sudah masuk dalam kategori dosa (baca ; al-itsm), apalagi jika kita merasa tidak suka perbuatan tersebut diketahui orang lain, maka akan menjadi semakin jelas perbedaan antara kebaikan dan keburukan tersebut. Dan membedakan hal seperti ini, sesungguhnya merupakan fitrah manusia. Dan manusia diminta untuk meminta pendapat dari fitrahnya.

Secara fitrah, manusia akan merasa terusik jiwanya, kehilangan ketentramannya, tertekan, dan gelisah manakala melakukan perbuatan dosa, kendatipun manusia membenarkan perbuatannya tersebut. Karena perbuatan tersebut akan berlabuh di hatinya. Sedangkan hati merupakan sentral dari baik buruknya seorang manusia. Dalam sebuah hadtis, Rasulullah saw. bersabda :

Dari Khudzaifah ra berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Hati itu terpaparkan dengan fitnah-fitnah seperti tikar yang terurai sehalai demi sehelai. Hati manasaja yang termakan dengan fitnah-fitnah tersebut (melakukan kemaksiatan), maka akan ternoda hatinya dengan noda-noda hitam. Dan hati mana saja yang menolak fitnah-fitnah tersebut, maka akan terwarna dengan warna putih, hingga nanti hati tersebut akan menjadi satu diantara dua; (1) menjadi putih seperti shafa (sesuatu yang bersih dan jernih), maka hati seperti ini tidak akan terganggu dengan fitnah-fitnah lainnya selama masih ada langit dan bumi. Dan (2) menjadi hati yang hitam yang kelam seperti cangkir yang dibalikkan yang tidak dapat mengetahui suatu kebaikan dan tidak pula dapat mengingkari kemungkaran, kecuali dari apa yang dilakukan berdasarkan hawa nafsunya.’ (Muslim)

Namun yang perlu digaris bawahi dalam masalah ini adalah bahwa tiada keraguan bagi sesuatu yang telah jelas-jelas diharamkan oleh Allah, ataupun yang telah dihalalkan Allah swt. Adapun keraguan yang yang dimaksud dalam hadits ini adalah keraguan yang tiada batasan jelas antara hak dan batil, tidak ada larangan secara syar’i namun hati kita menjadi ragu serta gelisah karenanya.

Hikmah Tarbawiyah

1. Pentingnya ‘amaliyah qalbi’ dalam hati setiap mu’min, khususnya aktivis da’wah. Karena qalbu merupakan bashirah yang dapat menunjukkan seseorang jalan yang baik dari jalan yang buru. Qalbu merupakan alat pemilah dan pemisah antara kesamaran yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bahwa bagaimanapun juga manusia dalam kehidupannya akan menemukan satu keraguan dalam hidupnya; apakah dalam muamalah maliyah, ijtima’iyah, siyasiyah dan lain sebagainya. Oleh karenanya memungsikan qalbu secara fitrahnya dengan baik adalah satu solusi untuk dapat menemukan jalan kebenaran.

3. Bagaimanapun juga perbuatan dosa akan memberikan dampak negatif dalam kejiwaan seseorang. Kegundahan, gelisah, tidak tenang dan hal-hal negatif lainnya yang bersifat psikis. Karena perbuatan maksiat akan melahirkan noda-noda hitam dalam hati. Dan hati merupakan bahan bakar utama seseorang dalam mengarungi samudera kehidupan.

4. Ketika menemukan suatu perkara yang meragukan, membingungkan terlebih-lebih jika kita tidak menginginkan orang lain melihat kita dalam hal tersebut, maka segeralah ditinggalkan. Karena perkara tersebut sudah pasti termasuk perbuatan dosa, meskipun orang memfatwakannya halal.

5. Diantara cara yang cukup efektif dalam menekuni jalan yang baik adalah dengan cara berakhlak yang baik. Karena Allah akan memberikan jalan bagi akhlak yang baik, yang tidak akan Allah berikan pada yang lainnya.

Wallahu A’lam Bis Shawab

Rujukan (copy paste dari):http://www.dakwatuna.com/2008/kebaikan-dan-dosa/

Wednesday, March 17, 2010

JADILAH DIRI SENDIRI...

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PEMURAH LAGI MAHA PENYAYANG...
SELAWAT DAN SALAM BUAT RASULULLAH SAW, AHLUL BAIT DAN PARA SAHABAT..

Di sini sedikit hasil pemahaman saya dan cedokan dari tulisan editor majalah Solusi ke-17.

Apabila disebut pertandingan,tergambar di fikiran kita ianya berlaku antara kita dan insan lain.
Namun bagaimana sekiranya pertandingan itu adalah dengan diri kita sendiri? bertanding untuk mempamerkan menghasilkan usaha, pemikiran, kreativiti yang terbaik dalam diri sendiri.

Sekiranya kita 'kalah' dalam pertandingan dengan diri, seharusya kita merasa malu. kerna menggambarkan seakan kita masih lagi belum menguasai diri sendiri. Tapi kalah dengan insan lain, tak seharusnya perasaan malu menguasai kita.

Jadi mulakanlah bertanding dengan diri sendiri- melawan hawa nafsu, kalahkan sifat malas, tundukkan perasaan malu yang tidak bertempat, buangkan sifat berfikiran negatif dan lain-lain yang akan melemahkan diri dan jiwa.

Satu perkara yang seakan sinonim dengan kita adalah sentiasa membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Sememangnya persaingan membuahkan kejayaan yang lebih memberangsangkan, tapi tak bermakna sehingga ia melemahkan semangat kita dalam berhadapan dengan keadaan.

Siapa yang terbaik bukanlah menjadi persoalan, kerana setiap manusia dilahirkan dengan keupayaan yang berbeza-beza. 'Jangka masa perkembangan' kita sama ada dari segi pemikiran, emosi, dan jiwa dari sudut kematangan adalah tidak sama.Berhenti daripada membandingkan laluan kita dengan laluan orang lain keran asudah pasti laluan itu tidak sama. Mudah pada mereka dan payah pada kita. Payah pada mereka dan mudah bagi kita.

Usah menyangka kelebihan zahir seperti kekayaan yang dimiliki oleh mereka menjadikan merekalah yang terbaik dan jangan berharap untuk menjadikan diri terbaik hanya semata dengan harta.

Sifat suka membandingkan diri dengan orang lain sebenarnya akan membuatkan hidup kita tidak bermatlamat. Seolah arus kemampuan diri bergantung dan ditentukan dengan orang lain.
Ada tika merasa yakin dan ada tika merasa ragu. Ada masa merasa bangga dan ada masa merasa putus asa. Perasaan kita juga akan sentiasa tidak tenteram. Dari sifat ini mungkin juga lahir sifat yang negatif yang lain seperti hasad dengki, tidak berpuas hati dengan apa yang ada dan tidak merasa senang dengan kejayaan insan lain. Antara perkara yang amat bernilai dalma kehidupan adalah ketenteraman jiwa. Hati yang diselubungi keresahan sukar untuk melahirkan kesyukuran kepada Allah SWT. Hari- hari yang dilalui terasa tidak bermakna kerana sandaran hanya semata pada makhluk bukan kepada Khaliq.

Jesteru binalah keyakinan diri anda bermula dengan keyakinan kepada Allah SWT. Letakkan segala harapan kepadaNya. Sesungguhnya Dia Maha Adil, mencipta di sebalik kekurangan ada kelebihan. Merasakan semuanya adalah milikNya lalu bersyukur dengan milik sedia ada dan berusaha dengan apa yang akan dimiliki nescaya kelebihan pada insan lain dijadikan satu dorongan dan kekurangan pada diri sendiri dijadikan kecekalan dalam menghadapi hari mendatang.

Cara yang terbaik untuk membuat perbandingan adalah bandingkan diri kita dengan potensi kita sebenar. KIta tidak perlu kepada kecantikan, kekayaan, dan kenamaan untuk melahirkan keyakinan diri sendiri. Cukuplah dengan membina keyakinan kepada Allah nescaya keyakinan diri akan turut terbina.
Setiap dari kita ada kelemahan, tapi berjalanlah dengan kelebihan yang kita ada dan letakkanlah kekurangan di hadapan sebagai peringatan.

Jadi, jangan menunggu diri anda dihargai, barulah anda merasa diri berharga, tetapi hargailah diri anda terlebih dahulu barulah orang lain akan menghargai anda.

Thursday, March 11, 2010

Melakar sejarah..

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PEMURAH LAGI MAHA PENYAYANG..
SELAWAT SALAM BUAT RASUL JUNJUNGAN SAW, KELUARGA DAN SAHABAT BAGINDA..

Hari yang bersejarah dalam hidupku..mungkin merubah sedikit sebanyak corak kehidupan di dunia yang semestinya terkesan di akhirat nanti..

Saat tangan menggenggam slip keputusan, tanpa diminta terasa sumting di lubuk hati.. Pada pandangan pertama, terasa pilu .Mungkin kerana bagiku ia tidak dapat memenuhi harapan ibubapaku dan mungkin juga kerana masih terngiang pengumuman kecemerlangan sahabat yang lain. Namun bila difikirkan, cukuplah dengan apa yang telahku usahakan atau mungkin lebih lagi. Alhamdulillah.. perasaan tika itu masih bercampur- baur, tak tahu bahawa adakah kesedihan yang menyelubungi jiwa ataupun kegembiraan. Tapi tetapku cuba pasakkan keredhaan di hati, inilah yang terbaik untukku..=)

Tapi bilaku berdepan dengan ayahku dan memikirkan apakah reaksi ibuku, kutahu yang ia tidak mencukupi bagi mereka..terasa amat bersalah tapi telah kuluahkan dengan cara yang tidak benar. MasyaAllah..Maafkan anakmu..

Dalam kesukaran permulaan untuk meneguhkan keredhaan di hati, ku tewas dengan memikirkan pandangan manusia sekeliling. Bersu'uzhon dengan mereka, membuatkan hati kurang menghayati nikmat kesyukuran.. Sekali lagi..

Segala puji bagi Allah,,tika itu juga hadir peringatan dalam menenangkan hati yang resah. Hadir sms dari sahabatku..:

~Yakin pada Allah bukanlah berharap terkabulnya segala harapan..
yakin pd Allah bukanlah pada keindahan nikmat..
yakin pada Allah adalah meletakkan KEREDHAAN PD KETENTUANNYA..
rasa bahagia dengan ujian walaupun perit..
di situ air mata tertitis terasa bernilai buat menyiram api neraka..
indahnya tarbiyah Allah..
tersirat rahmat dan hikmah..

Dalam perjalanan pulang..saudara2 yang mengetahui mengucapkan bisikan motivasi dalam menyelami kesyukuran..terasa kerdil diri ini..

:: Akhirnya, Alhamdulillah..ku cuba memasakkan keredhaan di hati..

..dengan berhadapan dengan natijah ini..
..dengan memberi keyakinan pd diri yang selagi masa masih ada,
perjuangan ini masih belum selesai,
dengan masa yang masih ada,
jadikan usaha yang lebih terbaik..
..menerimanya dengan hati yang ikhlas..

~segalanya dari Allah dan akhirnya akan dikembalikan kepadaNya..semuanya bukan milikku, jesteru mengapa perlu bersedih dalam kehilangan dan kekurangan sesuatu.



'Semua keadaan bagi mukmin adalah terbaik baginya..'

Dari Abu Yahya, iaitu Shuhaib bin Sinan r.a, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda:
"Amat menghairankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan seperti itu tidak ada untuk orang lain kecuali hanya untuk mu'min itu, iaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur, maka keadaan itu adlah kebaikan baginya, sdg apbl ia ditimpa kesukaran, iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan bgnya."
(Riwayat Muslim)

Tuesday, March 9, 2010

Hiasi Prilaku dan Tutur Kata dengan Ketenangan..

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PEMURAH LAGI MAHA PENYAYANG..
SELAWAT DAN SALAM BUAT RASULULLAH SAW, KELUARGA DAN PARA SAHABAT...

Semakin hari terasa kehidupan ini adalah satu kurniaan..menyingkap kesilapan lalu membuatku terasa malu kpd dan diri dan lebih sepatutnya kpd Penciptaku.. namun kisah duka takkan selamanya berduka,,pasti ada cahaya yg hadir di sebalik tirai hikmah..asal ada usaha untuk menyelak tirai,,pastikan ketemu rahsia hikmah di sebalik semua kejadian..

Sejak akhir ini dengan rahmat Allah..inginku baiki sedikit sebanyak kesilapan lalu.. terutama dari bentuk pertuturan mahupun penulisanku.. kerna akan ku hadapi dunia ini sehari2 mahupun masa depan yang memerlukan penjagaan dalam banyak aspek..

Apa yang ingin diubah, saya pasakkan di dalam hati..namun dengan secara tak sengaja bersama hidayah Ilahi, saya terjumpa sebahagian isi dalam buku bertajuk 'Motivasi Menjadi Wanita Bahagia' tulisan Dr. Aidh Abdullah Al-Qarni yang amat bersesuaian dengan tekad hati.. lalu ingin saya lakarkan di sini agar ia menjadi satu anjakan buat diri terutamanya dan juga sahabat sekalian..

:: sifat orang Islam yg paling baik adlh menyelamatkn
org-org Islam dgn tangan dan lidahnya ::

Di bawah naungan tajuk ' Banyak bercakap menyiakan waktu berharga' :

~Jangan sekali-kali membiasakn diri dgn tabiat suka bertekak dan jangan terbabit dalam perbincangan yg tiada hujung pangkalnya tentang masalah yg bersifat mungkin dan samar..
hal itu akan membuatkan hati menjadi sempit dan nurani menjadi kotor..

~Janganlah kita memaksa satu pendapat kepada orang lain.Tetapi keluarkanlah ideamu dgn santun, tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak mengumpat.

~Sikap suka membantah dan banyak mengkritik tidak akan mendatangkan sebarang kebaikan kepada diri kita..Hal itu akan membuat ketenangan hatimu hilang dan imejmu tidak baik.
Ucapkanlah kalimat yang penuh sopan dan penuh cinta jika kamu ingin menarik hati dan jiwa pendengar..

~Perbuatan yang sentiasa mendatangkan kesedihan dan kegundahan adalah apabila kamu menganggap orang lain tiada di sisimu sama ada untuk kamu berkongsi kasih mahupun merasa dirimu tidak memerlukan sesiapa, mencela mereka dan meremehkan orang lain.

Hal-hal tersebut dapat menghilangkan pahala, dapat mengumpulkan dosa untukmu dan menimbulkan perasaan tidak tenang.

~Oleh itu sibukkanlah dirimu dengan membetulkan aibmu berbanding orang lain. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan kita sempurna dan terpelihara dari dosa. Setiap kita pasti menanggung dosa dan aib sendiri. Berbahagialah mereka yang sibuk memperbaiki diri sendiri berbanding sibuk memerhatikan aib manusia..

Seolah boleh disimpulkan agar setiap perbuatan mahupun tutur kata hendaklah dikerjakan dengan tenang agar akal dan iman mendahului dari nafsu dan emosi..